Asuransi Syari’ah (Takaful)

Menurut fatwa tentang Pedoman Umum Asuransi Syari’ah No. 21/DSN-MUI/X/2001, Asuransi Syari’ah adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan/atau yang memberika pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu tabarru’ melalui akad yang sesuai dengan syari’ah.
 
Asuransi dalam islam sering dikenal dengan istilah takaful, yaitu saling memikul diantara sesama sehingga antara satu menjadi penanggung atas risiko yang lainnya. Untuk mendapatkan asuransi, setiap orang dikenakan premi, yaitu kewajiban peserta asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad. Setelah terdaftar sebagai peserta asuransi, maka seseorang akan memiliki klaim, yaitu hak yang wajib diberikan oleh perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.

A. Dasar Hukum
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. An-Nisa:9).

“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya.” (QS. Al-Maidah:2).

“Barangsiapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi kebutuhannya.” (HR. Bukhari, Muslim, dan Abu Daud).

“Seorang mukmin terhadap mukmin yang lain adalah seperti sebuah bangunan dimana sebagiannya menguatkan sebagian yang lain.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari segi hukum positif, hingga saat ini asuransi syari’ah masih mendasarkan legalisasinya pada Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian yang sebenarnya kurang mengakomodasi asuransi syari’ah.1 Dalam menjalankan usahanya, perusahaan asuransi dan reasuransi syari’ah masih menggunakan pedoman yang dikeluarkan oleh DSN-MUI melalui fatwa No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi syari’ah. Namun dalam tata hukum nasional, fatwa tidak mempunyai kekuatan hukum yang bersifat mengikat. Karenanya agar bersifat mengikat, fatwa DSN-MUI ke depan perlu diadopsi ke dalam peraturan Perundang-Undangan yang berkaitan dengan asuransi syari’ah.

B. Jenis dan Mekanisme Asuransi Syari’ah

Pada prinsipnya, keberadaan perusahaan asuransi adalah sebagai lembaga keuangan yang menghipun dana dari masyarakat untuk memberikan perlindungan kepada pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak terduga. Secara umum, keberadaan perusahaan asuransi dapat dibedakan menjadi:

1. Takaful Keluarga (Asuransi Jiwa)
adalah bentuk asuransi yang memberikan perlindungan dalam menghadapi musibah kematian dan kecelakaan atas diri peserta asuransi takaful.2 Pada takaful keluarga, ada tiga kemungkinan manfaat yang diterima oleh peserta, yaitu:
  • Apabila peserta meninggal dunia dalam masa pertanggungan (sebelum jatuh tempo), maka ahli warisnya akan menerima:   
  1. Pembayaran klaim sebesar jumlah angsuran premi yang telah disetorkan dalam rekening peserta    ditambah dengan bagian keuntungan dari hasil investasi.
  2. Sisa saldo angsuran premi yang seharusnya dilunasi dihitung dari tanggal meninggalnya sampai dengan saat selesai masa pertanggungannya. Dana untuk tujuan ini diambilkan dari rekening khusus atau tabarru’ para peserta yang memang disediakan untuk itu.
  • Apabila peserta masih hidup sampai pada selesainya masa pertanggungan, maka yang bersangkutan akan menerima:
  1. Seluruh angsuran premi yang telah disetorkan ke dalam rekening peserta, ditambah dengan bagian keuntungan dari hasil investasi.
  2. Kelebihan dari rekening khusus atau tabarru’ peserta terjadi apabila setelah dikurangi biaya operasional perusahaan.
  3. Peserta mengundurkan diri sebelum masa pertanggungan selesai. Dalam hal ini, peserta yang bersangkutan tetap akan menerima seluruh angsuran premi yang telah disetorkan ke rekening peserta, ditambah dengan bagian dari hasil investasi.
2. Takaful Umum (Asuransi Kerugian)
adalah bentuk asuransi syari’ah yang memberika perlindunngan  financial dalam menghadapai bencana atau kecelakaan atas harta benda milik peserta takaful. Klaim takaful akan dibayarka kepada peserta yang mengalami musibah hingga menimbulkan kerugian harta benda sesuai dengan perhitungan yang wajar. Baik pada takaful keluarga maupun takaful umum, keuntungan yang diperoleh dari hasil investasi dibagikan diantara perusahaan asuransi dengan peserta sesuai dengan prinsip mudharabah dengan porsi (nisba) yang telah disepakati sebelumnya.

C. Perbedaan Asuransi Syari’ah dengan Asuransi Konvensional
  1. Keberadaan Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) dalam perusahaan asuransi syari’ah merupakan suatu keharusan, fungsinya mengawasi kegiatan usaha agar sesuai dengan prinsip syari’ah. Sedangkan dalam asuransi konvensional tidak ada pengawas dari Dewan Pengawas Syari’ah.
  2. Prinsip akad asuransi syari’ah adalah tolong menolong (takaful). Sedangkan akad asuransi konvensional berdasarkan akad pertukaran atau jual beli (tabaduli) antara nasabah dengan perusahaan.
  3. Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syari’ah (premi) diinvestasikan berdasarkan prinsip syari’ah dengan sistem bagi hasil (mudharabah). Sedangkan pada asuransi konvensional, investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga.
  4. Pada asuransi syari’ah, premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Dalam hal ini, perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi konvensional, premi yang telah terkumpul dari nasabah secara otomatis menjadi milik perusahaan.
  5. Untuk pembayaran klaim nasabah, dana diambil dari rekeninng tabarru’ (dana kebajikan) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong menolong jika ada peserta yang terkena musibah. Sedangkan dalam assurannsi konvensional, dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.
  6. Keuntungan investasi pada asuransi syari’ah dibagi dengan prinsip bagi hasil antara nasabah selaku pemilik dana (shahibul maal) dengan perusahaan selaku pengelola (mudharib). Sedangkan keuntungan pada asuransi konvensional sepenuhnya menjadi milik perusahaan terutama jika tidak ada klaim.

Referensi:
Burhanuddin S., Hukum Bisnis Syari’ah, Yogyakarta: UII Press, 2011
[1] Gemala Dewi. Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syari’ah di Indonesia, Jakarta: prenada Media, 2004, hlm. 128
[2] Muhammad Syafi’i Antonio, “Prinsip Dasar Operasi Asuransi Takaful” dalam Arbitrase Islam di Indonesia, Jakarta: Badan Arbitrase Muamalat Indonesia, 1994, hlm. 148

1 comments:


  1. Halo
    Ny. Rebecca Ellisor kembali ke sini dan memberikan pinjaman peluang seumur hidup kepada individu, perusahaan bisnis, asuransi, dll. Apakah Anda memerlukan pinjaman mendesak untuk melunasi utang Anda atau apakah Anda memerlukan pinjaman modal untuk meningkatkan bisnis Anda? Apakah Anda ditolak oleh bank dan lembaga keuangan lainnya? Apakah Anda membutuhkan konsolidasi atau pinjaman hipotek?
    Kami di sini untuk memberikan semua kesulitan keuangan Anda, kami meminjam dana kepada orang-orang yang membutuhkan bantuan keuangan, yang memiliki kredit macet atau membutuhkan uang untuk melunasi utang, dan berinvestasi dalam bisnis dengan suku bunga rendah 2%. Saya ingin menggunakan media hebat ini untuk memberi tahu Anda bahwa kami siap membantu Anda dengan segala jenis pinjaman untuk menyelesaikan masalah keuangan Anda.Jika ya, kembalilah sekarang melalui

    Kirimi kami email sekarang melalui; (choosenloanfirms@gmail.com) untuk mendaftar.

    ReplyDelete