Penyelesaian Sengketa Syariah Dalam Bisnis
A. Perdamaian (Sulhu)
Perdamaian itu lebih baik bagi mereka (QS. An-Nisa:128). Dan jika ada dua golongan dan orang-orang yang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali kepada perintah Allah, maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah sesungguhnya Allah Menyukai orang-orang yang berlaku adil. (QS. Al-Hujurat:9). Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara saudaramu dan bertakwalah kepad Allah supaya kamu mendapat rahmat. (QS. Al-Hujurat:10).
Disamping disyariatkan di dalam Al-Qur’an, upaya menyelesaikan perselisihan sengketa muamalah secara damai juga ditegaskan dalam hadits Nabi:
“perjanjian (damai) diantara orang-orang muslim itu boleh, kecuali perjanjian menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal (HR. Tirmidzi).
B. Arbitrase Syariah (Tahkim)
Untuk menyelesaikan perkara atau perselisihan secara damai dalam hal keperdataan, selain dapat dicapai melalui inisiatif sendiri dari para pihak, juga dapat dicapai melalui keterlibatan pihak ketiga sebagai wasit (mediator). Upaya ini biasanya akan ditempuh apabila para pihak yang berperkara itu sendiri ternyata tidak mampu mencapai kesepakatan damai. Pengangkatan pihak ketiga sebagai mediator dapat dilakukan secara formal maupun nonformal. Institusi formal yang khusus dibentuk untuk menangani perselisihan atau sengketa disebut arbitrase, yaitu cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yanng dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Dalam hukum syariah, istilah arbitrase lebih dikenal dalam sebutan tahkim. Istilah tahkim sendiri berasal dari kata “hakkama” yang secara harfiah berarti mengangkat (seseorang) menjadi wasit. Sedangkan secara terminologi, tahkim dapat diartikan sebagai penganngkatan seseorang menjadi wasit dalam menyelesaikan perselisihan atau sengketa. Dengan kata lain, pengertian tahkim ialah tempat bersandarnya dua orang yang bertikai kepada seseorang yang mereka ridhai keputusannya untuk menyelesaikan pertikaian para pihak yang bersengketa. Karena tahkim merupakan aktivitas penunjukan wasit, maka orang yang ditunjuk itu disebut hakam.
1. Dasar Hukum
Dan jika kamu khawatir akan ada persengketaan antara keduanya (suami-istri), maka kirimlah seseorang hakim dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakim itu bermaksud mengadakan perbaikan (islah) niscaya Allah akan memberikan taufik kepada suami istri itu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha pengenal (QS. An-Nisa:35).Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh manusia memberi sedekah atau berbuat ma’ruf atau mengadakan perdamaian antara sesama manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan, maka Allah kelak akan memberi kepadanya pahala yang besar. (QS. An-Nisa:114). Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak adil dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya.dan perdamaian itu menurut tabiatnya adalah kikir. Dan jika kamu menggauli dirimu dan nusyuz dan sikap tak acuh, maka sesungguhnya Allah adalah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. An-Nisa: 128).
Penyelesaian sengketa secara arbitrase sudah berlaku sejak permulaan islam. Sebelum Nabi Muhammad menerima tugas kerasulan, beliau pernah bertindak sebagai hakam ketika terjadi perselisihan di antara suku Quraisy tentang perkara perebutan hak meletakkan batu hajar aswat di tempat semula. Upaya Nabi untuk menyelesaikan perselisihan tersebut mendapat kepercayaan dan diterima secara sukarela oleh para pihak yang bersengketa pada waktu itu. Tindakan Nabi Muhammad untuk menyelesaikan perkara secara damai merupakan bagian dari tahkim.
2. Pembentukan Badan Arbitrase Syariah di Indonesia
Pembentukan Lembaga Arbitrase Syariah di Indonesia diawali oleh adanya pertemuan dari kalangan ulama dan tokoh cendikiawan Muslim Indonesia.pertemuan ini dimotori oleh Dewan Pimpinan Majlis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 22 april 1992. Sebagai tindak lanjut pada tanggal 2 mei 1992 diadakan pertemuan lanjutan dengan peserta yang sama ditambah tiga utusan dari Bank Muamalat Indonesia (BMI). Dalam rapat lanjutan ini berhasil membentuk tim yang bertugas mempelajari dan mempersiapkan bahan-bahan bagi kemungkinan berdirinya Lembaga Arbitrase Syariah. Realisasi keputusan ini adalah dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Dewan Pimpinan MUI No. 392/MUI/V/1992 tanggal 4 mei 1992 tentang kelompok Kerja Pembentukan Badan Arbitrase Hukum Islam. Kelompok kerja tersebut kemudian bertugas untuk menyelesaikan:
Referensi:
Burhanuddin S, Hukum Bisnis Syariah, Yogyakarta: UII Press, 2011
Langkah pertama yang perlu diupayakan ketika hendak menyelesaiakan perselisihan di bidang bisnis, ialah melalui jalan damai. Untuk mencapai hakikat perdamaian, prinsip utama yang perlu dikedepan kan adalah kesadaran para pihak untuk kembali kepada Allah SWT ( Al-Qur’an) dan Rasul-Nya (As-Sunnah) dalam menyelesaikan segala persoalan. Sebab yang demikian itu merupakan sebaik-baiknya akibat yang akan ditimbulkan. (QS. An-Nisa:59)
Upaya damai dalam fiqh dikenal dengan istilah sulhu, yaitu suatu akad untuk memutuskan persoalan antara dua pihak yang berselisih. Upaya damai tersebut biasanya ditempuh melalui musyawarah (syuura) untuk mencapai mufakat diantara para pihak yang berselisih (QS. Asy-Syuura:38). Dengan musyawarah yang mengedepankan prinsip-prinsip syariat, diharapkan apa yang menjadi persoalan para pihak dapat diselesaikan.
1. Dasar HukumUpaya damai dalam fiqh dikenal dengan istilah sulhu, yaitu suatu akad untuk memutuskan persoalan antara dua pihak yang berselisih. Upaya damai tersebut biasanya ditempuh melalui musyawarah (syuura) untuk mencapai mufakat diantara para pihak yang berselisih (QS. Asy-Syuura:38). Dengan musyawarah yang mengedepankan prinsip-prinsip syariat, diharapkan apa yang menjadi persoalan para pihak dapat diselesaikan.
Perdamaian itu lebih baik bagi mereka (QS. An-Nisa:128). Dan jika ada dua golongan dan orang-orang yang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali kepada perintah Allah, maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah sesungguhnya Allah Menyukai orang-orang yang berlaku adil. (QS. Al-Hujurat:9). Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara saudaramu dan bertakwalah kepad Allah supaya kamu mendapat rahmat. (QS. Al-Hujurat:10).
Disamping disyariatkan di dalam Al-Qur’an, upaya menyelesaikan perselisihan sengketa muamalah secara damai juga ditegaskan dalam hadits Nabi:
“perjanjian (damai) diantara orang-orang muslim itu boleh, kecuali perjanjian menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal (HR. Tirmidzi).
B. Arbitrase Syariah (Tahkim)
Untuk menyelesaikan perkara atau perselisihan secara damai dalam hal keperdataan, selain dapat dicapai melalui inisiatif sendiri dari para pihak, juga dapat dicapai melalui keterlibatan pihak ketiga sebagai wasit (mediator). Upaya ini biasanya akan ditempuh apabila para pihak yang berperkara itu sendiri ternyata tidak mampu mencapai kesepakatan damai. Pengangkatan pihak ketiga sebagai mediator dapat dilakukan secara formal maupun nonformal. Institusi formal yang khusus dibentuk untuk menangani perselisihan atau sengketa disebut arbitrase, yaitu cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yanng dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Dalam hukum syariah, istilah arbitrase lebih dikenal dalam sebutan tahkim. Istilah tahkim sendiri berasal dari kata “hakkama” yang secara harfiah berarti mengangkat (seseorang) menjadi wasit. Sedangkan secara terminologi, tahkim dapat diartikan sebagai penganngkatan seseorang menjadi wasit dalam menyelesaikan perselisihan atau sengketa. Dengan kata lain, pengertian tahkim ialah tempat bersandarnya dua orang yang bertikai kepada seseorang yang mereka ridhai keputusannya untuk menyelesaikan pertikaian para pihak yang bersengketa. Karena tahkim merupakan aktivitas penunjukan wasit, maka orang yang ditunjuk itu disebut hakam.
1. Dasar Hukum
Dan jika kamu khawatir akan ada persengketaan antara keduanya (suami-istri), maka kirimlah seseorang hakim dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakim itu bermaksud mengadakan perbaikan (islah) niscaya Allah akan memberikan taufik kepada suami istri itu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha pengenal (QS. An-Nisa:35).Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh manusia memberi sedekah atau berbuat ma’ruf atau mengadakan perdamaian antara sesama manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan, maka Allah kelak akan memberi kepadanya pahala yang besar. (QS. An-Nisa:114). Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak adil dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya.dan perdamaian itu menurut tabiatnya adalah kikir. Dan jika kamu menggauli dirimu dan nusyuz dan sikap tak acuh, maka sesungguhnya Allah adalah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. An-Nisa: 128).
Penyelesaian sengketa secara arbitrase sudah berlaku sejak permulaan islam. Sebelum Nabi Muhammad menerima tugas kerasulan, beliau pernah bertindak sebagai hakam ketika terjadi perselisihan di antara suku Quraisy tentang perkara perebutan hak meletakkan batu hajar aswat di tempat semula. Upaya Nabi untuk menyelesaikan perselisihan tersebut mendapat kepercayaan dan diterima secara sukarela oleh para pihak yang bersengketa pada waktu itu. Tindakan Nabi Muhammad untuk menyelesaikan perkara secara damai merupakan bagian dari tahkim.
2. Pembentukan Badan Arbitrase Syariah di Indonesia
Pembentukan Lembaga Arbitrase Syariah di Indonesia diawali oleh adanya pertemuan dari kalangan ulama dan tokoh cendikiawan Muslim Indonesia.pertemuan ini dimotori oleh Dewan Pimpinan Majlis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 22 april 1992. Sebagai tindak lanjut pada tanggal 2 mei 1992 diadakan pertemuan lanjutan dengan peserta yang sama ditambah tiga utusan dari Bank Muamalat Indonesia (BMI). Dalam rapat lanjutan ini berhasil membentuk tim yang bertugas mempelajari dan mempersiapkan bahan-bahan bagi kemungkinan berdirinya Lembaga Arbitrase Syariah. Realisasi keputusan ini adalah dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Dewan Pimpinan MUI No. 392/MUI/V/1992 tanggal 4 mei 1992 tentang kelompok Kerja Pembentukan Badan Arbitrase Hukum Islam. Kelompok kerja tersebut kemudian bertugas untuk menyelesaikan:
- Rancangan anggaran dasar
- Rancangan anggaran rumah tangga
- Struktur organisasi
- Prosedur berperkara
- Rancangan biaya perkara
- Kriteria arbiter
- Inventarisasi calon arbiter
Dalam rapat kerja MUI se-Indonesia pada tanggal 24-27 november 1992, rencana pembentukan arbitrase syariah ditempatkan sebagai agenda utama. Setelah diadakan penyempurnaan terhadap rancangan yang ada, dewan pimpinan MUI menerbitkan SK baru tentang panitia persiapan dan peresmian Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI). Berkat rahmat Allah dan usaha maksimal berbagai pihak, akhirnya tanggal 21 oktober 1993 Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) secara resmi didirikan.
Pendirian BAMUI sangat diharapkan oleh umat islam di indonesia dan umat lainnya yang turut merasakan kemaslahatannya. Hal ini bukan saja dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan pengembangan ekonomi islami dan bisnis syariah, tetepi juga untuk mengamalkan hukum syariah dalam segala aspek kehidupan. Kemudian berdasarkan keputusan Rapat Dewan Pimpinan Majlis Ulama Indonesia No: Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 24 desember 2003 nama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) di ubah menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) yang kedudukannya tetap berada dibawah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Perubahan ini tentu diikuti perubahan istilah pada prosedur yyang telah berlaku.
Kehadiran Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) sangat diharapkan oleh umat Islam Indonesia, bukan saja karena dilatarbelakangi oleh kesadaran dan kepentingan umat untuk melaksanakan syariat Islam, melainkan juga lebih dari itu adalah menjadi kebutuhan riil sejalan dengan perkembangan kehidupan ekonomi umat. Karena itu, tujuan didirikan Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) adalah sebagai badan permanen dan independen yang berfungsi menyelesaikan sengketa berdasarkan prinsip-prinsip di bidang muamalah.
C. Lembaga Peradilan Syariah (Qadha)
Dengan disahkannya UU No. 3/2006 tentang perubahan UU No.7/1989 tentang peradilan Agama telah membawa perubahan besar dalam eksistensi lembaga peradilan agama saat ini. Salah satu perubahan mendasar adalah penambahan wewenang lembaga Peradilan Agama antara lain dalam bidang:
Pendirian BAMUI sangat diharapkan oleh umat islam di indonesia dan umat lainnya yang turut merasakan kemaslahatannya. Hal ini bukan saja dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan pengembangan ekonomi islami dan bisnis syariah, tetepi juga untuk mengamalkan hukum syariah dalam segala aspek kehidupan. Kemudian berdasarkan keputusan Rapat Dewan Pimpinan Majlis Ulama Indonesia No: Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 24 desember 2003 nama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) di ubah menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) yang kedudukannya tetap berada dibawah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Perubahan ini tentu diikuti perubahan istilah pada prosedur yyang telah berlaku.
Kehadiran Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) sangat diharapkan oleh umat Islam Indonesia, bukan saja karena dilatarbelakangi oleh kesadaran dan kepentingan umat untuk melaksanakan syariat Islam, melainkan juga lebih dari itu adalah menjadi kebutuhan riil sejalan dengan perkembangan kehidupan ekonomi umat. Karena itu, tujuan didirikan Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) adalah sebagai badan permanen dan independen yang berfungsi menyelesaikan sengketa berdasarkan prinsip-prinsip di bidang muamalah.
C. Lembaga Peradilan Syariah (Qadha)
Dengan disahkannya UU No. 3/2006 tentang perubahan UU No.7/1989 tentang peradilan Agama telah membawa perubahan besar dalam eksistensi lembaga peradilan agama saat ini. Salah satu perubahan mendasar adalah penambahan wewenang lembaga Peradilan Agama antara lain dalam bidang:
- Perkawinan
- Waris
- Wasiat
- Hibah
- Wakaf
- Zakat
- Infak
- Shadaqah
- Ekonomi syariah
Lembaga Peradilan Syariah (Qadha) secara harfiah berarti memutuskan atau menetapkan. Sedangkan secara terminologi, istilah Qadha dapat diartikan sebagai lembaga/Institusi peradilan yang bertugas untuk menyampaikan keputusan hukum yang bersifat mengikat.
1. Dasar Hukum
Kewenangan membentuk dan menyelenggarakan lembaga peradilan merupakan hak pemerintah. Dalam pandangan islam, penyelenggara peradilan merupakan tugas dan kewajiban yang mulia. Karena penyelenggara peradilan merupakan instrumen untuk menegakkan hukum Allah di muka bumi untuk tujuan kemaslahatan manusia, baik kehidupan di dunia maupun di akhirat. Dalam Al-Qur’an banyak ayat-ayat yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum penyelesaian sengketa berdasarkan prinsip-prinsip syariah misalnya dalam QS. Ali Imran : 23, “Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang telah diberi bahagian yaitu Al-Kitab (Taurat), mereka diseru kepada kitab Allah supaya dengan kitab itu menetapkan hukum diantara mereka, kemudian sebahagian dari mereka berpaling, dan nereka selalu membelakangi (kebenaran).” Dalam QS. Al-Maidah : 47, “dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah didalamnya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.
Dan masih banyak surat dan ayat lain yang mengandung dasar hukum ini.
2. Macam-Macam Qadhi
Pemerintah wajib membentuk kekuasaan kehakiman melalui pengengkatan para hakim (Qadhi) untuk menegakkan suatu hukum ditengah masyarakat. Ruang lingkup (wilayah) Al-qadha dibagi menjadi:
1. Dasar Hukum
Kewenangan membentuk dan menyelenggarakan lembaga peradilan merupakan hak pemerintah. Dalam pandangan islam, penyelenggara peradilan merupakan tugas dan kewajiban yang mulia. Karena penyelenggara peradilan merupakan instrumen untuk menegakkan hukum Allah di muka bumi untuk tujuan kemaslahatan manusia, baik kehidupan di dunia maupun di akhirat. Dalam Al-Qur’an banyak ayat-ayat yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum penyelesaian sengketa berdasarkan prinsip-prinsip syariah misalnya dalam QS. Ali Imran : 23, “Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang telah diberi bahagian yaitu Al-Kitab (Taurat), mereka diseru kepada kitab Allah supaya dengan kitab itu menetapkan hukum diantara mereka, kemudian sebahagian dari mereka berpaling, dan nereka selalu membelakangi (kebenaran).” Dalam QS. Al-Maidah : 47, “dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah didalamnya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.
Dan masih banyak surat dan ayat lain yang mengandung dasar hukum ini.
2. Macam-Macam Qadhi
Pemerintah wajib membentuk kekuasaan kehakiman melalui pengengkatan para hakim (Qadhi) untuk menegakkan suatu hukum ditengah masyarakat. Ruang lingkup (wilayah) Al-qadha dibagi menjadi:
- sengketa (Khusumat) yang terjadi di masyarakat umum, baik dalam perkara muamalat maupun ‘uqubat.
- Qadhi Hisbah, adalah aparat penegak hukum (hakim) yang diberi kewenangan untuk menyelesaikan masalah-masalah atau pelanggaran ringan menurut sifatnya tidak memerlukan proses peradilan untuk menyelesaikannya
- Qadhi Madzalim, adalah hakim yang diberi kewenangan untuk menyelesaikan sengeketa yang terjadi antara rakyat dengan penguasa yang dzalim.
Referensi:
Burhanuddin S, Hukum Bisnis Syariah, Yogyakarta: UII Press, 2011
ReplyDeleteHalo
Ny. Rebecca Ellisor kembali ke sini dan memberikan pinjaman peluang seumur hidup kepada individu, perusahaan bisnis, asuransi, dll. Apakah Anda memerlukan pinjaman mendesak untuk melunasi utang Anda atau apakah Anda memerlukan pinjaman modal untuk meningkatkan bisnis Anda? Apakah Anda ditolak oleh bank dan lembaga keuangan lainnya? Apakah Anda membutuhkan konsolidasi atau pinjaman hipotek?
Kami di sini untuk memberikan semua kesulitan keuangan Anda, kami meminjam dana kepada orang-orang yang membutuhkan bantuan keuangan, yang memiliki kredit macet atau membutuhkan uang untuk melunasi utang, dan berinvestasi dalam bisnis dengan suku bunga rendah 2%. Saya ingin menggunakan media hebat ini untuk memberi tahu Anda bahwa kami siap membantu Anda dengan segala jenis pinjaman untuk menyelesaikan masalah keuangan Anda.Jika ya, kembalilah sekarang melalui
Kirimi kami email sekarang melalui; (choosenloanfirms@gmail.com) untuk mendaftar.